Sabtu, 01 Desember 2012
Technology and nature: the cyborg
Cyborg adalah identitas hybrid antara organisme dan mesin.Ketika dikotomi dalam akhir abad XX belum juga melebur, Donna Haraway menawarkan teori baru tentang cyborg.
Tulisan ini menyajikan pokok-pokok pikiran Haraway sebagai seorang feminis sosialis-posmodernis yang diambil dari artikelnya Cyborg Manifesto: Science, Technology, and socialist-Feminism in the Late Twentieth Century, diambil dari buku Simian, Cyborg, and Women karya Harraway. Tulisan ini juga menyajikan konsep Cyborg yang menginginkan kesadaran perempuan akan teknologi sebagai bagian diri yang dapat dipertanggungjawabkan. Harraway meyakini jika kesadaran diri dan mesin telah mencapai sesuatu yang intim maka tidak akan ada istilah mesin mendominasi manusia atau manusia mendominasi mesin.
Rob Spence : Sang Pemilik Mata Cyborg
LONDON - Seorang warga Kanada mendedikasikan matanya untuk dunia. Dengan kamera mini buatan sendiri yang disematkan ke dalam matanya, ia akan memungkinkan seluruh dunia melihat apa yang dilihatnya.
Dilansir melalui Telegraph, Minggu (4/7/2010), pria bernama Rob Spence itu telah membuat kamera mini, mirip dengan webcam, selama dua tahun lalu. Namun begitu, purwarupanya telah berhasil dipamerkan pada 2009. Bahkan pada tahun yang sama, Majalah Times menyebutnya sebagai 'Temuan Terbaik 2009'. Tidak heran jika kemudian Spence menyebut dirinya sebagai 'Eyeborg Guy'.
Mata buatan itu dilengkapi dengan sebuah kamera video nirkabel yang didukung dengan baterai kecil berkekuatan 3 volt. Di dalamnya juga dilengkapi dengan transmitter nirkabel yang dapat membantunya mengirimkan data, apa yang ia lihat, ke dalam komputer.
"Tidak seperti mata manusia, mata saya ini dapat diupgrade secara berkala," ujar Spence.
Nantinya, kamera mini itu akan disematkan ke dalam matanya, menggantikan mata buatan yang selama ini bertengger di tubuh Spence. Seorang profesor dari Massachusetts Institute of Technology bernama Steve Mann akan membantu Spence.
Mata buatan versi ini, dipaparkan Spence, masih memiliki tampilan beresolusi rendah dan transmisi yang masih lemah. Spence pun mengaku sedang meningkatkan performa keduanya di versi berikutnya. Selain itu, Spence juga sedang mengusahakan kamera wireless mini itu dengan LED light, mirip dengan mata milik robot dalam film Terminator.
Spence selama ini dikenal sebagai pembuat film. Ia memang hanya dapat melihat dengan satu mata karena mata kanannya rusak akibat kecelakaan yang terjadi saat ia masih muda dan mulai merintis karirnya di dunia film. Kini pria berusia 36 tahun itu berharap dapat mengganti mata palsunya dengan mata buatan miliknya ini, dan membagi apa yang dilihatnya kepada seluruh dunia, melalui internet.
From Object To Signal
Tentang Hollis Frampton
Hollis Frampton lahir
pada 11 Maret 1936 di Ohio, Amerika Serikat. Pada umur 9 tahun, ia telah
tertarik dengan dunia fotografi. Pada usia yang masih sangat muda, ia dihadiahi
kamera Kodak Brownie oleh pamannya yang mempengaruhi hidupnya selanjutnya. Seniman ini menempuh pendidikan di Phillips
Academy, Andover, Massachussets, tempat dimana ia bertemu dengan Carl Andre dan
Frank Stella pada tahun 1954. Pada tahun 1957, ia pindah ke Western Reserve
University di Cleveland, Ohio. Kemudian ia banyak melakukan perjalanan dari
Ohio ke Seattle dan Meksiko dengan mengendarai mobil. Pada tahun 1958, ia
memutuskan pindah ke New York dan bekerja sebagai fotografer lepas. Seniman ini
tidak pernah bisa bertahan dalam satu tempat, dalam waktu 19 bulan, ia bisa
pindah ke 13 lokasi yang berbeda. Kebiasaan berpindah ini menjadi salah satu
karakter yang paling terkenal dari Frampton. Clouds Like White Sheep adalah
filem pertamanya, sebuah filem berdurasi 25 menit yang direkam dalam format 16
mm, hitam putih. Pada tahun 1960an, Frampton menempatkan dirinya sebagai salah
seorang penggerak filem avant-garde Amerika atau “New American Cinema”. Pada
tahun 1973, Frampton mengajar di State University of New York. Di tempat ini ia mengembangkan Center for
Media Study yang diikuti oleh banyak pembuat-pembuat filem kelas dunia. Namun,
asosiasi ini hanya bertahan hingga Maret 1984, yaitu sebulan sebelum sang
seniman meninggal dunia.
Nostalgia (1971, 38 menit)), adalah karya Hollis Frampton,
salah seorang pembuat filem avant-garde asal Amerika Serikat yang
bereksperimentasi dalam bahasa visual. Karya-karyanya banyak bergaya formalis,
yang mengeksplorasi sinema “murni”. Gaya ekperimentasi sinema murni adalah
tanggapan terhadap dominasi filem yang melulu memainkan persoalan ‘keaktoran’
dan cerita—yang merupakan persoalan di luar bidang mediumnya yaitu, filem.
Filem Nostalgia adalah sebuah biografi sang seniman dengan
menghadirkan 13 dokumen foto yang masing-masing berisikan pengalaman Frampton.
Foto-foto itu dipilah menjadi bab-bab dengan latar ceritanya masing-masing.
Foto-foto tersebut diletakkan di atas kompor listrik yang sedang menyala.
Penonton diajak untuk melihat detail proses terbakarnya foto tersebut. Frampton
memasukkan suara latar (suara Frampton sendiri) saat proses itu terjadi yang
bercerita tentang sejarah masing-masing foto.
Bagi Hollis Frampton, filem memiliki fitrah durasi/waktu
(moving image), pada dasarnya tidak lepas dari satuan bangunan visual yang
berasal dari fotografi (still image). Nostalgia dapat dikatakan sebagai
ekperimentasi visual dalam konteks memori dan masa kini (sedang berlangsung).
Pada filem ini, Frampton menciptakan jarak antara memori melalui foto yang terbakar,
dan suara narator sebagai masa kini. Memori menghidupkan gambar, bukan
sebaliknya. Eksperimentasi Frampton dalam Nostalgia, setidaknya menjadi cukup
penting untuk melihat kembali fitrah filem atau fitrah mediumnya.
kesimpulan :
pada pengalaman yang dimiliki oleh Hollis Pramptont dapat
disimpulkan bahwa dia salah seorang seniman yang mempunyai keahlian dalam hal
dunia perfileman. Yaitu dia bereksperimen untuk merubah suatu objek menjadi
sinyal. ini, Frampton menciptakan jarak antara memori melalui foto yang terbakar,
dan suara narator sebagai masa kini. Memori yang dapat menghidupkan gambar, gambar yang
menghidupkan memori. Artinya juga foto
yang terbakar dikatakan atau dianggap sebagai masa lalunya sedangkan suara
naratornya dianggap masa kini.
Langganan:
Postingan (Atom)